Wednesday, May 17, 2006

tato

teman pernah bertanya, kenapa kamu hanya biru?
karena tidak ada selain biru
kujawab saat itu.

mungkin kamu juga bosan, dengan aku yang melulu biru
hingga kau rela membagi warna-warni indahmu.
kau warnai hidupku.

seperti pelukis memperindah sketsa dengan sapuan warna
melampiaskan perasaan melalui lentik ujung kuas.
kurasakan begitu.

aku sendiri terpesona dengan warna-warni indah hidupku
yang kau sapukan hingga melekat di hatiku.
seperti sebuah tato.

...............
untuk putrinelaku
jangan pernah kau hapus warna-warna itu dari hatiku
Depok, Rabu 17-05-06

Tuesday, May 16, 2006

Perempuan Seru

Tidak ada yang istimewa dari 25 tahun hidupku, mungkin sama saja dengan kehidupan perempuan-perempuan lainnya. Sejak kecil hingga sekarang bekerja di sebuah perusahaan aku sudah terbiasa menjalani hidup dalam rutiitas, hampir semua kegiatan dalam seluruh hidupku selalu terjadwal dengan rapi. Seperti mesin yang telah di program untuk melakukan setiap tahapan kegiatan.
Bagi sebagian orang memang hidup dalam rutinitas itu membosankan, mereka biasa menyebut suatu kondisi seperti itu sebagai “terjebak dalam rutinitas” atau “hidup seperti robot”. Tapi bagiku hal itu tidak pernah menjadi masalah karena aku sudah sangat berpengalaman bagaimana menikmati rutinitas itu. Kadang-kadang saja aku merasakan kebosanan dengan rutinitas yang selalu berulang.
Ketika aku memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Agus aku juga mengharapkan dia tidak akan mengubah rutinitasku, karena dia juga orang yang teratur, merencanakan kehidupannya dengan baik. Sesekali saja dia membuat kejutan untukku keluar dari ritme datar rutinitas. Selebihnya hubungan kami kembali terperangkap dalam rutinitas.
Bahkan untuk kencan atau bercinta aku mempunyai jadwal yang rutin, karena kami tinggal di kota yang berbeda maka kami tidak bisa setiap minggu kencan. Perbedaan jarak ini tidak pernah menjadi masalah bagi kami karena kami masih bisa setiap saat saling menelepon atau sekedar menyalurkan hati kami yang berbunga melalui SMS. Tidak jarang aku menangis jika sedang diserang rasa rindu yang teramat sangat, sedangkan aku tidak mungkin menemui Agus ke kotanya karena pekerjaanku begitu juga sebaliknya.
Hubungan kami berawal dari SMS-SMS menggoda yang dikirim Agus, “halo cewek, boleh kenalan?” atau “ini puan kan?” yang awalnya aku tanggapi dengan datar karena saat itu aku memang sedang mempunyai hubungan dengan seorang pria lain bernama Slamet. Aku mengetahui Agus dari seorang sahabatku yang merekomendasikannya. Semakin lama, aku merasakan sesuatu yang lain yang bisa kudapatkan dari Agus, lebih menyenangkan daripada saat bersama Slamet.
Aku tidak tahu siapa sebenarnya yang agresif pada masa-masa pendekatan waktu itu, aku atau Agus. Mungkin memang kami berdua sama-sama agresif hingga hubungan kami dengan cepat berkembang, cinta kami tumbuh subur. Padahal saat itu aku masih berstatus sebagai pacar Slamet, aku tahu dia mencintaiku. Tetapi sayangnya dia tidak bisa memberi apa yang kuinginkan, hingga ketika muncul Agus, aku pun membiarkan dia mendekatiku. Aku tahu suatu saat aku harus memutuskan hubungan dengan Slamet, karena aku tidak bisa menghabiskan sisa hidupku dengan seseorang yang tidak teratur dan seringkali membuatku khawatir seperti dia.
Pernah juga aku meragukan ketulusan cinta Slamet, aku pernah berpikir bahwa dia hanya menginginkan seks saja dariku. Slamet tidak pernah cemburu sedikitpun—setidaknya itulah yang selalu dikatakannya padaku bahwa dia mempercayaiku hingga tidak akan pernah cemburu, bahkan meskipun ada cowok lain yang tertarik denganku mengajakku jalan berdua dia akan mengijinkan aku. Aku tidak pernah tahu apakah dia memang benar-benar mencintaiku atau tidak.
Oh, aku lupa mengatakan nama lengkapku ya? Maaf, aku baru teringat belum mengatakannya, jika anda ingin merasa namaku lucu aku tidak akan pernah tersinggung. Hampir setiap orang yang baru tahu nama lengkapku akan tertawa, kadang ada yang sampai beberapa menit tertawa tanpa bisa menghentikannya. Nama lengkapku “Perempuan Tanda Seru” dan aku biasa dipanggil Puan. Memang ada cerita tersendiri kenapa ayahku menamaiku seperti itu.
Saat mengandung aku, ibuku mengatakan bahwa aku sering menendang-nendang dengan keras dari dalam kandungan hingga banyak yang mengatakan bahwa ibuku akan melahirkan bayi laki-laki. Ayahku senang sekali ketika orang-orang mengatakan bahwa dia akan mendapatkan anak laki-laki tetapi sayangnya dia tidak bisa memastikannya hingga aku lahir, kakakku juga perempuan. Ketika aku lahir dan dokter memberitahu bahwa aku perempuan, ayahku langsung berteriak perempuan! Mungkin ada perasaan kecewa dari ayahku mengetahui bahwa ternyata aku perempuan, dia akhirnya menamaiku “Perempuan!” tetapi waktu membuat akta kelahiranku, petugas dari Kantor Catatan Sipil mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan tanda baca untuk menuliskan namaku. Petugas itu memberikan opsi menghilangkan “!” atau menggantinya dengan nama belakang yang lain. Kemudian ayahku memutuskan tetap memakai tanda seru sebagai nama belakangku tetapi menuliskannya dengan abjad, jadilah nama lengkapku “Perempuan Tanda Seru” bukan “Perempuan!”
Tetapi saat menuliskan namaku di buku-buku alamat atau di kartu namaku, aku menghilangkan nama tengahku hingga menjadi “Perempuan Seru” dan itu selalu menarik perhatian orang. Mereka mengira bahwa itu suatu istilah untuk menggambarkan pribadiku, mereka tidak percaya bahwa itu namaku yang sebenarnya hingga tidak jarang ada orang yang memaksaku menunjukkan KTP untuk memastikan bahwa itu memang namaku.
Seringkali ketika memesan taksi, hotel atau makanan lewat telepon petugas yang menerima merasa dipermainkan atau tidak menganggap aku pemesan yang serius. Pada saat-saat seperti itulah aku merasakan betapa pentingnya sebuah nama, meskipun sebenarnya aku tidak pernah merasakan namaku aneh atau unik.
Ketika mengetahui nama lengkapku, Slamet juga menertawakannya tanpa takut membuatku marah atau tersinggung—dan memang aku tidak marah atau tersinggung. Aku justru merasa senang dia tidak menyembunyikan perasaannya. Tetapi Agus tidak memperlihatkan reaksi apapun ketika tahu nama lengkapku.
Kembali pada kisahku dengan Slamet yang tidak lebih dari dua tahun. Setelah dia mengetahui hubunganku dengan Agus, hubungan kami semakin memburuk. Slamet sebenarnya masih mencoba untuk mempertahankan hubungan kami, tetapi karena aku sudah terlanjur mencintai Agus maka hubunganku dengan Slamet tidak terselamatkan lagi. Saat itu aku menjadi ragu dengan keputusanku meninggalkannya, dia kelihatannya sangat terpukul dengan keputusanku.
Sejak putusnya hubungan kami, kehidupannya semakin berantakan. Dia mulai merokok lagi dan juga tenggelam dalam alkohol—hampir tiap malam dia minum minuman keras hingga teler berat. Kata-kataku sudah tidak dihiraukan lagi, aku tahu telah menghancurkan hidupnya. Tetapi tidak ada yang bisa kulakukan untuk memperbaiki keadaannya, aku harus melanjutkan hidupku sendiri.
Aku mengira dia hanya ingin menyakiti hatiku dengan perbuatannya yang merusak hidupnya itu. Dia ingin membalas sakit hatinya dengan mencoba untuk membuatku merasa bersalah, dan itu justru semakin membuatku membencinya. Aku justru semakin ragu dengan cintanya padaku, dan aku mulai menghibur diri dengan berpikir mungkin memang Slamet tidak mencintaiku.
Entah kenapa, suatu saat dia tidak mau lagi bertemu denganku. Aku pun tidak keberatan dengan keputusannya kalau itu memang membuat dia lebih baik, toh aku memang tidak membutuhkannya lagi. Sesekali aku masih menanyakan kabarnya dengan menghubungi teman-temannya. Meskipun dia tidak mau lagi menemuiku, setiap keluar kota dia selalu membelikan oleh-oleh untukku dan adikku.
........................

cerita ini ga bs kuselesaikan jg, dah sebulan macet!

Tuesday, May 09, 2006

waktu seakan membunuhku

Waktu dingin membeku
Saat-saat menunggumu
Hanya ada bayangmu
Dalam labirin kelabu otakku
Kusebut namamu; Putrinela
Hadirmu begitu nyata
Meski tak teraba
Dan kau pastikan cinta
Dalam malam tak bertepian
Penuh penantian, juga harapan
Kau masih di seberang lautan
Bagaimana ku tak merindukan?
…………….
Depok, 8 Mei 2006; 20:51.

untuk putrinelaku

Saturday, May 06, 2006

hmmm...

Kehidupan
Selalu menyediakan tantangan
Untuk dihadapi
Kehancuran
Selalu menyisakan sedikit harapan
Untuk dibangun kembali
Kebangkitan
Selalu menjanjikan kemenangan
Untuk digapai
Kematian
Selalu meninggalkan kesedihan
Untuk diratapi

apa ya judulnya?

Seperti medan perang yang selalu menyisakan kehancuran dan kepedihan, hatiku juga hancur jadi sekedar remah-remah yang terlalu kecil untuk disebut kepingan. Tidak peduli hasilnya seperti apa, perang tidak pernah menghasilkan pemenang.

Perang pun terjadi ketika terjadi perbedaan keinginan dengan hatiku sebagai medannya. Hingga aku yakin sisa-sisa hatiku dari perang itu tidak akan mampu lagi merasakan denyut kebahagiaan, sekecil apapun itu. Tidak akan lagi mempunyai tempat untuk menyemaikan benih-benih cinta yang jatuh dalam remah-remah hatiku, mungkin terbawa angin entah dari mana.

Sekali lagi perang memang tidak pernah menghasilkan pemenang, hanya menyisakan kehancuran dan kepedihan. Sekecil apapun perang itu, akan selalu sama.

Dengan berlalunya waktu hingga suatu saat aku merasakan denyut lemah kebahagiaan dari sisa-sisa hatiku. Seperti juga munculnya harapan kehidupan yang baru dari sisa-sisa perang. Orang berusaha membangun kehidupan lagi di atas reruntuhan sisa perang. Begitu juga denganmu yang berusaha mengumpulkan remah-remah hatiku untuk kemudian kau taburkan benih-benih harapan dengan cinta.

Aku tahu tidak mudah menyatukan sesuatu yangtelah hancur, juga tidak mudah menyemaikan benih di lahan yang gersang. Hanya keteguhan hatimu yang mampu menumbuhkan benih yang kau tabur. Dan perlahan hatiku mulai tersusun lagi, hampir utuh seperti sediakala.

Hanya kegigihanmu yang mampu menumbuhkan benih-benih cinta yang kau tabur. Dan aku merasakan benih itu sekarang telah tumbuh subur, aku berharap nantinya akan berbuah manis. Tidak akan kau hancurkan lagi hati yang telah utuh.

Aku juga berharap mampu menyembuhkan luka hatimu, meskipun itu butuh waktu. Menghidupkan lagi denyut kebahagiaan dalam hati yang terluka. Dan menumbuhkan cinta penuh asa.
........................
Depok, Sabtu 6 Mei 2006; 02:02.
untuk putrinela.

Tuesday, May 02, 2006

hiks...

setelah hampir 2 bulan tidak tau kabar keluarga, akhirnya tadi malam gw tlp nyokap. ngasih kabar kalo aku baik-baik saja--sehat setidaknya. setelah bla-bla melepas kangen, aku inget beberapa bulan yang lalu ada budhe gw yang sakit. trus nanya apa budhe sudah sehat? " sudah meninggal sebulan yang lalu" jawab nyokap. innalillahi wa inna illaihi roji'un. aku kaget dan nanya kok nggak ada yang ngasih tau, tapi nyokap bilang kalo dia sudah coba tlp gw beberapa kali tapi nggak bisa. setelah gw inget2, gw yakin berarti pas gw ke lawu budhe gw meninggal. hiks...
maafin keponakanmu yang bandel ini ya budhe. semoga engkau tenang di sisiNYA, amien.

HARDIKNAS

tadi pagi gw ikut upacara hardiknas di kantor. dan yang disampaikan pembina upacara dalam pidatonya hanyalah sebatas angan-angan, selalu indah seperti sering diimpikan semua anak negeri. ironis dengan kenyataannya.
dari gw SD sampai sekarang gw kerja di lembaga pendidikan, tidak ada perubahan berarti dalam sitem pendidikan nasional. hitung saja kalo mampu berapa anak usia sekolah yang tidak bisa mengecap pendidikan di sekolah. beberapa orang yang tersentuh dengan keadaan itu mendirikan sekolah-sekolah gratis seperti yang dilakukan butet manurung dengan SOKOLA RIMBAnya, dan masih ada beberapa orang lain seperti dia. mereka melakukan tindakan nyata dengan mewujudkan pendidikan gratis untuk orang-orang yang tak mampu menembus gerbang tinggi sekolah-sekolah formal--meskipun akhir-akhir ini ada beberapa pemda yang menyediakan sekolah gratis buat warganya, mungkin mereka masih punya sedikit rasa malu kalah dengan seorang butet manurung.
lihatlah nasib guru-guru di penjuru negeri, sungguh menyedihkan. selalu saja ada sebagian dari murid mereka yang akhirnya menjadi pemimpin-pemimpin negeri yang sayangnya tidak memberikan reward seperti layaknya. gw tau nasib guru di negeri ini seperti apa karena gw anak seorang guru SD. sebagian mantan murid guru-guru itu yang sudah menjadi pejabat justru justru dengan teganya memotong sebagian gaji guru-guru yang sudah sangat minim.
tetapi gw masih belum bisa juga melakukan perbuatan nyata seperti seorang butet manurung--gw masih sebatas kagum dengannya dan orang-orang seperti dia. gw juga masih sebatas mengamini do'a yang dipanjatkan dalam upacara, setidak-tidaknya kami masih mempunyai keinginan memajukan negeri ini dengan bercita-cita mewujudkan pendidikan yang bermutu untuk mencetak sumber daya manusia yang tangguh dan kompeten.
selamat hardiknas!!!
terima kasih untuk semua guru-guru yang pernah ada, baik guru formal maupun informal. salut untuk ketulusan yang diberikan.

Monday, May 01, 2006

selamat jalan buat sastrawan besar...

hiks... kaget pas liat berita meninggalnya pram, salah satu sastrawan besar yang pernah dilahirkan di negeri ini--menurut gw seh yang terbesar. kemampuan menulisnya jauh lebih cepat dari kemampuan gw membaca, atau kemampuan gw membaca yang lambat banget ya?.
mungkin juga makhluk2 penghuni alam sana sudah merindukan kedatangan seseorang sepertinya, semoga engkau masih lancar bertutur dengan karya-karyamu di duniamu yang baru. banyak yang akan merindukan cerita-cerita barumu.
ooh... seandainya saja kau masih bisa mengirimkan karyamu yangbaru dari alam sana...
selamat jalan pram.