Tuesday, December 06, 2005

sepenggal kisah...

Dua kereta sudah lewat aku belum terangkut juga, baru kereta yang datang ketiga aku bisa naik, lumayan agak lega. Setelah berhenti di dua stasiun kereta sudah terasa mulai penuh, di perhentian ketiga sudah terlalu penuh sesak. Penumpang di dalam kereta sudah saling merapat, terlalu rapat cenderung mendesak. Di depanku duduk seorang ibu memangku anak, mungkin 5 tahun yang tertidur pulas dengan mulut terbuka dan keringat jatuh membasahi lengan sang ibu.
Padatnya penumpang dalam gerbong yang berkipas angin tetapi tidak beroperasi , tua muda pria wanita kurus gemuk tinggi pendek berkarcis tak berkarcis berbaur dengan berbagai aroma tubuh menguar kurang sedap, bukan, bukan kurang sedap lagi, tidak sedap memenuhi ruang tersisa dalam gerbong membuat semakin penat saja. Persamaan yang bisa dilihat dari beragamnya manusia dalam gerbong kereta itu cuma muka-muka berkeringat, lesu dan ingin cepat sampai ke tujuan masing-masing, memang ada beberapa orang yang tetap ceria bercanda dengan temannya, mungkin karena terbiasa dan bisa menemukan cara mengatasi keadaan tersebut.
“Goceng tiga, goceng tiga, ga pakai dua ribu lagi, harum manis Probolinggo, ya dipilih… dipilih, goceng tiga bu…” terdengar dari perhentian berikutnya suara pedagang menjajakan dagangannya ketika kereta berhenti, waktu sudah menunjukkan pukul 18:35, masih juga banyak orang dengan gigihnya berusaha menjalankan roda perekonomian yang terasa berat bergulir.

Dari narasi pendek di atas, apa yang bisa kita peroleh?
Apa yang bisa dihasilkan dari sepenggal kisah perjalanan dengan kereta listrik tersebut?
Sebenarnya banyak hal yang bisa dihasilkan dari situasi seperti itu. Seorang psikolog bisa membuat wawancara singkat dan bisa mengetahui keadaan psikologis penumpang kereta yang berdesakan. Seorang ahli mass transportation system bisa mengajukan proposal untuk memberi solusi kepada pemerintah dalam menyediakan sarana transportasi yang cepat, nyaman dan juga murah (bisa ga ya? Hehehe...). Seorang auditor mungkin juga bisa menghitung hilangnya potensi pendapatan pemerintah karena banyaknya penumpang tak berkarcis. Seorang atau segerombolan pencopet juga bisa melakukan aksinya ditengah kepadatan penumpang. Seorang wartawan bisa membuat berita dari suasana seperti itu. Ooh betapa banyaknya hal yang bisa dihasilkan satu kondisi yang sama karena beragamnya profesi, ilmu pengetahuan, sudut pandang, sifat manusia, dan banyak aspek lain yang tidak terpikirkan...

.................................................
Hanya sepenggal kisah dari seorang penumpang kereta listrik Jakarta – Bogor. Jangan terlalu serius bacanya, wong nulisnya aja juga ga serius...:)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home