Thursday, January 12, 2006

satu per satu

satu persatu orang yang aku sayangi meninggalkanku. mulai dari perginya kekasihku dengan membawa serta hatiku, bapak sahabatku yang sudah seperti bapakku sendiri (aku memanggil beliau "bapak") meninggalkanku, meninggalkan dunia yang penuh sesak ini, terakhir (apakah ini yang terakhir?) ibu sahabatku (aku menganggapnya sebagai ibu angkatku dan aku memanggil beliau "amak") juga pergi meninggalkanku menuju ke alam lain yang mungkin lebih tenang.

ooh pekatnya kepedihan dalam udara yang kuhela, kental pula kesedihan dalam nafas yang dengan berat kuhembuskan. sesak! tapi anehnya masih juga paru-paruku mampu menghirup udara yang begitu menyesakkan.

belum sempat aku tuliskan obituary untuk bapak yang sudah sakit berbulan-bulan tanpa sekali pun aku menjenguknya (berani-beraninya aku mengaku sebagai anaknya, maafkan aku pak), menyusul pula satu-satunya amak yang pernah kupunya menuju ketenangan di sisiNya. bahkan aku tidak ikut mengantar bapak ke alamnya hanya karena alasan keuangan, bagaimana aku bisa mengaku sebagai anakmu pak. engkau orang yang begitu aku hormati, dan salah satu dari sedikit orang aku dengarkan petuah-petuahnya. aku pun tak bisa menyaksikan akad nikah putramu satu-satunya (yang juga merupakan saudaraku, ooh berani-beraninya aku menganggapnya sebagai saudaraku, forgive me bro!) di depan jenazahmu, akad nikah yang mungkin sekali seumur hidupnya.

amak, maafkan aku yang juga tidak meluangkan waktuku yang berlimpah untuk menjengukmu.
hanya karena malas naik angkutan umum, aku pun tidak menjengukmu (ooh, andaikan aku tau itu kesempatan terakhir untuk melihat senyummu yang menenangkan, mendengar kata-katamu yang menghangatkan jiwaku). selesai operasi pun, kau masih mengundangku makan gulai paku ( paku=pakis) lebaran haji kemarin, dan sekali lagi aku tidak mau menemuimu, karena aku berfikir kau sudah sehat setelah menjalani operasi ringan. begitu banyaknya tanda-tanda itu, tapi aku tak mampu membacanya, mungkin karena begitu massive-nya penderitaan yang menderaku akhir-akhir ini menghilangkan kepekaanku. dan tiba-tiba saja aku mendengar kabar engkau telah mendahului aku, ah betapa penyesalanku tak mampu mengembalikanmu lagi. penyesalan yang hanya berujung tumpahnya airmata, alangkah tak berharganya airmataku ini untuk kupersembahkan kepadamu mak, maafkan aku.

bagaimana aku bisa menahan airmataku ketika aku menatapmu, untuk terakhir kalinya, kata-katamu yang menghangatkan tiada bisa terucap lagi. aku tau kau menyanyangiku layaknya anakmu sendiri, oh begitu tulusnya kasihmu. mungkin memang dunia yang carut marut ini sudah tidak pantas lagi untuk orang semulia dirimu, engkau begitu ikhlas, mungkin dalam segala hal. satu-satunya tempat yang pantas untukmu memang hanya surga yang telah dijanjikanNya. semoga jasadmu tenang dalam hangat pelukan tanah yang mungkin juga sudah meridukanmu. siapa yang tak ingin memeluk seorang ibu sepertimu?

apa yang bisa kuberikan untuk orang-orang yang begitu kusayangi? hanya airmata dan penyesalan. dan mungkin juga kata maaf. airmataku yang tak berharga itu, segelas aqua pun masih jauh lebih mahal dari satu galon airmataku. mungkin juga segayung air sungai citarik masih lebih berharga dari seember airmataku. bagaimana bisa aku mengaku menyayangi mereka kalau hanya airmata yang bisa kupersembahkan? bagaimana aku dengan mudahnya mengucapkan kata-kata maaf itu, bahkan mungkin untuk mengucapkan ratusan kata maaf tidak akan menghabiskan 1 kalori enerjiku.

untuk orang-orang yang aku hormati, aku sayangi tetapi tidak sempat aku bahagiakan, semoga bahagia di alam sana.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home