Tuesday, May 16, 2006

Perempuan Seru

Tidak ada yang istimewa dari 25 tahun hidupku, mungkin sama saja dengan kehidupan perempuan-perempuan lainnya. Sejak kecil hingga sekarang bekerja di sebuah perusahaan aku sudah terbiasa menjalani hidup dalam rutiitas, hampir semua kegiatan dalam seluruh hidupku selalu terjadwal dengan rapi. Seperti mesin yang telah di program untuk melakukan setiap tahapan kegiatan.
Bagi sebagian orang memang hidup dalam rutinitas itu membosankan, mereka biasa menyebut suatu kondisi seperti itu sebagai “terjebak dalam rutinitas” atau “hidup seperti robot”. Tapi bagiku hal itu tidak pernah menjadi masalah karena aku sudah sangat berpengalaman bagaimana menikmati rutinitas itu. Kadang-kadang saja aku merasakan kebosanan dengan rutinitas yang selalu berulang.
Ketika aku memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Agus aku juga mengharapkan dia tidak akan mengubah rutinitasku, karena dia juga orang yang teratur, merencanakan kehidupannya dengan baik. Sesekali saja dia membuat kejutan untukku keluar dari ritme datar rutinitas. Selebihnya hubungan kami kembali terperangkap dalam rutinitas.
Bahkan untuk kencan atau bercinta aku mempunyai jadwal yang rutin, karena kami tinggal di kota yang berbeda maka kami tidak bisa setiap minggu kencan. Perbedaan jarak ini tidak pernah menjadi masalah bagi kami karena kami masih bisa setiap saat saling menelepon atau sekedar menyalurkan hati kami yang berbunga melalui SMS. Tidak jarang aku menangis jika sedang diserang rasa rindu yang teramat sangat, sedangkan aku tidak mungkin menemui Agus ke kotanya karena pekerjaanku begitu juga sebaliknya.
Hubungan kami berawal dari SMS-SMS menggoda yang dikirim Agus, “halo cewek, boleh kenalan?” atau “ini puan kan?” yang awalnya aku tanggapi dengan datar karena saat itu aku memang sedang mempunyai hubungan dengan seorang pria lain bernama Slamet. Aku mengetahui Agus dari seorang sahabatku yang merekomendasikannya. Semakin lama, aku merasakan sesuatu yang lain yang bisa kudapatkan dari Agus, lebih menyenangkan daripada saat bersama Slamet.
Aku tidak tahu siapa sebenarnya yang agresif pada masa-masa pendekatan waktu itu, aku atau Agus. Mungkin memang kami berdua sama-sama agresif hingga hubungan kami dengan cepat berkembang, cinta kami tumbuh subur. Padahal saat itu aku masih berstatus sebagai pacar Slamet, aku tahu dia mencintaiku. Tetapi sayangnya dia tidak bisa memberi apa yang kuinginkan, hingga ketika muncul Agus, aku pun membiarkan dia mendekatiku. Aku tahu suatu saat aku harus memutuskan hubungan dengan Slamet, karena aku tidak bisa menghabiskan sisa hidupku dengan seseorang yang tidak teratur dan seringkali membuatku khawatir seperti dia.
Pernah juga aku meragukan ketulusan cinta Slamet, aku pernah berpikir bahwa dia hanya menginginkan seks saja dariku. Slamet tidak pernah cemburu sedikitpun—setidaknya itulah yang selalu dikatakannya padaku bahwa dia mempercayaiku hingga tidak akan pernah cemburu, bahkan meskipun ada cowok lain yang tertarik denganku mengajakku jalan berdua dia akan mengijinkan aku. Aku tidak pernah tahu apakah dia memang benar-benar mencintaiku atau tidak.
Oh, aku lupa mengatakan nama lengkapku ya? Maaf, aku baru teringat belum mengatakannya, jika anda ingin merasa namaku lucu aku tidak akan pernah tersinggung. Hampir setiap orang yang baru tahu nama lengkapku akan tertawa, kadang ada yang sampai beberapa menit tertawa tanpa bisa menghentikannya. Nama lengkapku “Perempuan Tanda Seru” dan aku biasa dipanggil Puan. Memang ada cerita tersendiri kenapa ayahku menamaiku seperti itu.
Saat mengandung aku, ibuku mengatakan bahwa aku sering menendang-nendang dengan keras dari dalam kandungan hingga banyak yang mengatakan bahwa ibuku akan melahirkan bayi laki-laki. Ayahku senang sekali ketika orang-orang mengatakan bahwa dia akan mendapatkan anak laki-laki tetapi sayangnya dia tidak bisa memastikannya hingga aku lahir, kakakku juga perempuan. Ketika aku lahir dan dokter memberitahu bahwa aku perempuan, ayahku langsung berteriak perempuan! Mungkin ada perasaan kecewa dari ayahku mengetahui bahwa ternyata aku perempuan, dia akhirnya menamaiku “Perempuan!” tetapi waktu membuat akta kelahiranku, petugas dari Kantor Catatan Sipil mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan tanda baca untuk menuliskan namaku. Petugas itu memberikan opsi menghilangkan “!” atau menggantinya dengan nama belakang yang lain. Kemudian ayahku memutuskan tetap memakai tanda seru sebagai nama belakangku tetapi menuliskannya dengan abjad, jadilah nama lengkapku “Perempuan Tanda Seru” bukan “Perempuan!”
Tetapi saat menuliskan namaku di buku-buku alamat atau di kartu namaku, aku menghilangkan nama tengahku hingga menjadi “Perempuan Seru” dan itu selalu menarik perhatian orang. Mereka mengira bahwa itu suatu istilah untuk menggambarkan pribadiku, mereka tidak percaya bahwa itu namaku yang sebenarnya hingga tidak jarang ada orang yang memaksaku menunjukkan KTP untuk memastikan bahwa itu memang namaku.
Seringkali ketika memesan taksi, hotel atau makanan lewat telepon petugas yang menerima merasa dipermainkan atau tidak menganggap aku pemesan yang serius. Pada saat-saat seperti itulah aku merasakan betapa pentingnya sebuah nama, meskipun sebenarnya aku tidak pernah merasakan namaku aneh atau unik.
Ketika mengetahui nama lengkapku, Slamet juga menertawakannya tanpa takut membuatku marah atau tersinggung—dan memang aku tidak marah atau tersinggung. Aku justru merasa senang dia tidak menyembunyikan perasaannya. Tetapi Agus tidak memperlihatkan reaksi apapun ketika tahu nama lengkapku.
Kembali pada kisahku dengan Slamet yang tidak lebih dari dua tahun. Setelah dia mengetahui hubunganku dengan Agus, hubungan kami semakin memburuk. Slamet sebenarnya masih mencoba untuk mempertahankan hubungan kami, tetapi karena aku sudah terlanjur mencintai Agus maka hubunganku dengan Slamet tidak terselamatkan lagi. Saat itu aku menjadi ragu dengan keputusanku meninggalkannya, dia kelihatannya sangat terpukul dengan keputusanku.
Sejak putusnya hubungan kami, kehidupannya semakin berantakan. Dia mulai merokok lagi dan juga tenggelam dalam alkohol—hampir tiap malam dia minum minuman keras hingga teler berat. Kata-kataku sudah tidak dihiraukan lagi, aku tahu telah menghancurkan hidupnya. Tetapi tidak ada yang bisa kulakukan untuk memperbaiki keadaannya, aku harus melanjutkan hidupku sendiri.
Aku mengira dia hanya ingin menyakiti hatiku dengan perbuatannya yang merusak hidupnya itu. Dia ingin membalas sakit hatinya dengan mencoba untuk membuatku merasa bersalah, dan itu justru semakin membuatku membencinya. Aku justru semakin ragu dengan cintanya padaku, dan aku mulai menghibur diri dengan berpikir mungkin memang Slamet tidak mencintaiku.
Entah kenapa, suatu saat dia tidak mau lagi bertemu denganku. Aku pun tidak keberatan dengan keputusannya kalau itu memang membuat dia lebih baik, toh aku memang tidak membutuhkannya lagi. Sesekali aku masih menanyakan kabarnya dengan menghubungi teman-temannya. Meskipun dia tidak mau lagi menemuiku, setiap keluar kota dia selalu membelikan oleh-oleh untukku dan adikku.
........................

cerita ini ga bs kuselesaikan jg, dah sebulan macet!

2 Comments:

Blogger Yati said...

wow....seru kali namanya, unik, saya suka. gw...apa ya...BUKAN PEREMPUAN BIASA...tar dikira judul sinetron. apa dunk?
itu naaa....(kira2 gini udah agak benr, hehehe)

5:53 PM  
Anonymous Anonymous said...

TANDA SERU???kenapa gak "PEREMPUAN TANDA TANYA" aja???
heheheh...

kayaknya based on true story niyh...ceritanya menghanyutkan bgt!:)

1:23 PM  

Post a Comment

<< Home