Monday, February 05, 2007

empat jam saja

hari itu minggu. seorang lelaki bangun lebih pagi dari biasanya karena hari ini ibunya datang. dia janji akan menjemput ibunya di stasiun gambir, keretanya dijadwalkan datang jam 05:50 pagi. dia yakin keretanya akan terlambat seperti biasanya, apalagi sekarang banjir di jakarta.

dia baru berangkat jam 06:00 pagi menuju stasiun depok baru. sampai di stasiun depok langsung menuju loket tiket untuk KRL ekspres yang ternyata masih tutup, kemudian pindah ke loket KRL ekonomi:
"ekspres jam berapa pak?" dia bertanya pada seorang petugas di salah satu loket tiket untuk KRL ekonomi, di satsiun itu ada 2 loket tiket untuk KRL ekonomi.
"jam sebelas" jawab petugas loket.
"lho, yang pagi ga ada?"
"minggu libur mas"
"ooo, makasih pak"
"eh, yang ekonomi deh kalo gitu pak, jakarta ya!" kata lelaki itu sambil menyodorkan dua lembar uang ribuan ke dalam loket. kemudian dia mengambil selembar tiket depok-jakarta dan satu koin lima ratus rupiah yang kemudian diberikan pada ibu pengemis tua yang berdiri di dekat loket.

setelah menungu sekitar sepuluh menit lelaki itu gelisah, khawatir ibunya akan sampai lebih dulu di stasiun gambir. tak lama kemudian satu pengumuman lewat pengeras suara membuatnya lebih panik lagi
"informasi untuk calon penumpang jurusan jakarta kota, karena air menggenangi rel di stasiun tebet sedalam 15cm, maka KRL hanya melayani sampai stasiun pasar minggu. kami mohon ma'af untuk gangguannya. terima kasih."
"o shit!" itulah kata yang langsung keluar dari mulutnya, puluhan calon penumpang yang lain pun langsung menggerutu sambil menuju loket untuk mengembalikan tiket yang sudah dibeli dan menerima uang ganti senilai tiket tersebut, lelaki itu juga mengembalikan tiketnya kemudian dia bergegas berjalan menuju terminal yang tergenang air di beberapa bagian.

dia melihat jam di HPnya, 06:35. kemudian naik sebuah angkutan kota menuju pasar minggu, dari pasar minggu dia akan naik taksi menuju stasiun gambir. sesampai di pasar minggu langsung menyetop taksi kosong yang lewat
"stasiun gambir bang" memberitahu sopir taksi yang berhenti.
"wah, banjir mas. bisanya muter lewat tol"
"coba lewat kuningan dulu aja pak, kejauhan lewat tol"
"iya, tapi kalo banjir saya ga bisa maksain ya mas"
"oke"
dan mereka pun langsung meluncur menuju kuningan lewat pancoran.
"dukuh atas udah klelep mas"
"wah, bisa ga ya lewat kuningan"
"yah kita coba aja mas"
jalan-jalan relatif sepi hari itu. kuningan juga lancar, sampai akhirnya di depan four season air deras mengalir memotong jalur jalan. tiga polisi bersepeda motor besar menghalangi jalan dan memberi aba-aba untuk memutar karena jalan tidak mungkin dilalui.
"kalo lewat tol bisa mas. gimana?"
"kalo thamrin bisa ga ya pak?"
"wah, sama aja kayanya mas"
"yaudah deh, lewat tol"
"tapi pasti bisa kan pak?"
"iya, bisa mas. kita keluar kemayoran."
di jalan tol dalam kota juga relatif sepi, hanya satu dua kendaraan melintas. banyak mobil di parkir di bahu jalan tol sekitar cempaka mas. juga banyak orang yang melihat banjir dari jalan tol. beberapa motor melintas melawan arus, beberapa orang juga tampak berjalan kaki melawan arus, entah hendak kemana.
argometer di taksi sudah menunjuk angka seratus ribu lebih ketika mereka melintas di jalan gunung sahari yang hari itu sepi.
"kalo ada ATm BCA mampir dulu ya pak"
taksi yang tadinya ngebut di jalur kanan langsung melambat pindah ke jalur kiri, sopir taksi itu terus melihat ke kiri mencari lambang ATM BCA. sekitar 3 menit kemudian taksi itu berhenti tepat di depan ATM BCA. lelaki itu langsung turun meninggalkan tasnya dalam taksi, hanybeberapa menit di dalam ruang ATM kemudian masuk lagi ke dalam taksi yang langsung berangkat menuju stasiun gambir di mana seharusnya ibu lelaki itu sudah tiba.

begitu turun dari taksi di stasiun gambir, lelaki itu langsung melihat jam di HPnya, 08:03. setengah berlari laki-laki itu menuju pintu masuk stasiun yang di jaga 3 orang petugas,
"BIMA udah masuk pak?"
"wah, belum. telat mas" jawab salah satu petugas di pintu masuk yang memegang HT.
"jam berapa kira-kira pak?"
"paling jam sebelas"
"o, makasih pak" katanya sambil berjalan ke sisi lain stasiun gambir, ke warung makan yang ada di stasiun.
"soto daging ama aqua botol mas"
"pake nasi?"
"iya"
kemudian dia duduk di salah satu tempat dalam warung sambil mengeluarkan novel yang sudah lama dibacanya tapi belum selesai juga. baru beberapa kalimat dibacanya, pelayan sudah mengantar menu yang dipesan ke mejanya. semangkuk soto dengan empat potong daging dengan kuah berasap dan sepiring nasi putih dengan bawang goreng di atasnya hanya sebentar saja sudah dihabiskannya. kelihatan sekali kalau dia sangat lapar. setelah membayar makanannya dia langsung mencari loket karcis, untuk masuk ke peron stasiun. setelah beberapa lama tidak ditemukannya juga loket yang dicarinya, kemudian dia berjalan menuju pintu masuk dan bertanya ke petugas di pintu masuk
"beli tiket peron di mana pak?"
"di sini mas"
"berapa?"
"seribu lima ratus" jawab petugas itu sambil menyodorkan selembar karcis merah.
lelaki itu membayar dengan uang pas, kemudian langsung masuk ke peron di lantai 2 stasiun dan naik ke lantai 3 tempat kedatangan dan keberangkatan kereta api yang penuh dengan calon penumpang menunggu rangkaian kereta yang belum tersedia juga. penuh tak mendapati tempat duduk kosong, dia duduk begitu saja di lantai menyandarkan punggungnya ke salah satu pilar stasiun, mengeluarkan novelnya dan langsung membaca. sesekali dia mengeluarkan HPnya dan membalas SMS.

setengah jam kemudian setelah satu rangkaian kereta diberangkatkan menuju bandung, dia pindah ke bangku yang kosong. melanjutkan membaca. suara bising kereta yang sesekali lewat tidak mengusiknya. hanya sesekali menutup hidungnya berusaha mengurangi racun dari asap lokomotif yang dihirupnya.

jam sebelas siang. belum ada pengumuman juga berapa lama lagi kereta yang ditumpangi ibunya akan tiba. beberapa kereta lainnya sudah datang, dari surabaya dan cirebon. ada juga dari bandung. tetapi belum ada kepastian kapan kereta yang ditunggunya akan datang. dia mulai gelisah dan tidak tenang mendalami novelnya. sebentar-sebentar matanya menatap ke arah kereta ibunya seharusnya datang, hanya dua pasang rel memanjang yang dilihanya, semakin jauh semakin kecil, dan seolah menyatu menjadi satu titik di suatu tempat.

tepat jam 12 siang sebuah nomer yang tak terdaftar di phonebook HPnya memanggil, dengan cepat dijawabnya
"halo...?"
"mas, ini ibunya baru sampai bekasi"
"oiya, terima kasih pak" kemudian orang yang menelepon menutup teleponnya.
setelah beberapa saat, baru dia tersadar kenapa tadi tidak menanyakan di gerbong berapa ibunya. kemudian dia mencoba menelepon orang yang memberitahu sudah sampai dimana ibunya, tetapi tidak berhasil juga hingga dia pasrah menunggu kedatangan ibunya.
"ah, paling juga 15 menit lagi sampai" gumamnya dalam hati sambil menatap rel yang mengecil di kejauhan. membayangkan rel-rel tua yang tak mampu lagi menahan kereta tetap melaju dalam lintasannya, melayangkan nyawa penumpang, tentunya bukan ke tempat tujuannya. sesekali ketika melihat lokomotif langsir, terlintas bayangan betapa mengerikan seandainya tubuhnya terlindas roda besi (atau baja?) lokomotif tersebut.

ketika HPnya menunjukkan waktu pukul 12:25, HPnya berbunyi, orang yang tadi menelepon
"halo..?"
"mas, ibunya di gerbong paling belakang ya."
"oiya, terima kasih pak"
"iya" jawab orang tersebut sambil menutup pembicaraan.
"perhatian, sebentar lagi kereta api malam bima dari surabaya akan memasuki jalur 3" seketika itu juga lelaki itu memasukkan novelnya ke dalam tas dan bergegas turun ke lantai 2 untuk kemudian naik lagi ke lantai tiga di seberang tempat dia menunggu tadi. kuli- kuli angkut stasiun gambir langsung berloncatan menyeberangi dua pasang rel di jalur 2 dan jalur 3 tidak memperhatikan lagi tanda larangan menyeberangi lintasan rel. mempertegas bahwa mereka berada di indonesia, di mana peraturan hanya dijadikan sebagai pelengkap saja, tidak untuk diperhatikan, apalagi dipatuhi. beberapa menit kemudian, suara klakson terdengar dari selatan diikuti suara berisik rangkaian kereta api.

*****

ah, setelah empat jam lebih aku menunggu, akhirnya sampai juga kereta yang membawa ibuku dengan selamat. cuma empat jam yang tidak terlalu berat. aku harus bersukur tidak perlu menunggu lebih lama lagi. tidak seberat cobaan orang-orang lain yang harus menunggu berhari-hari sampai air yang merendam rumah mereka surut; banyak diantaranya yang bahkan harus menunggu dalam kelaparan dan kedinginan.